Tradisi berhijab wanita Nusantara sudah berlangsung bahkan jauh sebelum negeri ini merdeka. Prof. Dr. Hamka menuliskan kisah perjalanannya dalam Tafsir Al-Azhar ke beberapa daerah di Nusantara. Dalam perjalanannya ia mendapati para muslimah yang menutup aurat mereka dengan menggunakan hijab. Seperti saat mengunjungi Yogyakarta tahun 1924, beliau mendapati para muslimah ‘Aisiyah telah menggunakan hijab besar yang menjulur menutupi tubuh mereka.
Pada perjalannnya yang lain di beberapa kota yang berbeda, Buya Hamka juga mendapati hal yang sama; yaitu para muslimah yang teguh dalam balutan hijab anggun mereka. Tahun 1926, saat berkelana ke Tanjung Pura dan Pangkalan Berandang, Buya Hamka juga melihat para muslimah di sana mengenakan hijab dengan tatanan busana yang unik. Mereka membalut tubuh mereka dengan kain sarung hingga tertutup seluruh tubuh kecuali separuh dari wajah mereka.
Hal serupa juga ditemui di Makasar saat beliau menetap antara tahun 1931-1934. Beliau mendapati para muslimah yang berkerja sebagai buruh di gudang-gudang pelabuhan Makasar yang juga menggunakan hijab.
Dalam perjalanannya yang lain, kembali beliau mendapati hal yang senada. Ketika tahun 1956 saat beliau berkungjung ke Bima dan Gorontalo pada tahun 1967. Didapati para muslimah di sana menjaga kehormatan diri mereka dengan menutup aurat dalam balutan hijab yang sempurna.
Salah satu gambaran tentang wanita muslimah Indonesia tempo dulu bisa dilihat dari gambah di bawah ini, ini muslimah dari Payakumbuh, foto ini terdapat dalam arsip Digital Collection Leiden University Iibraries, Foto yang diterbitkan tahun 1867 ini diambil oleh Messen,J.A seorang photographer Belanda yang banyak mengambil potret Indonesia kisaran tahun 1864-1867.
Arsip ini memberi keterangan foto tersebut dengan kalimat, -Maleise priesteressen, vermoeledijk uit Pajakomboeh- kurang lebih artinya Muslimah Melayu dari Payakumbuh (Sumbar)' karena kata biarawati tidak pas untuk para wanita dalam gambar ini.
---
ket gambar: bisa dilihat dari akun twitter @potretlawas